Selain perangkat teknologi, Lapas Garut mengandalkan agent informasi sebagai mata dan telinga tambahan di lapangan. Mereka berasal dari internal maupun eksternal:

  • WBP tertentu yang dibina menjadi informan, memberi gambaran suasana blok atau percakapan mencurigakan.
  • Petugas yang menjalankan peran tersamar untuk mengumpulkan informasi.
  • Jaringan eksternal, termasuk aparat, Balai Pemasyarakatan (Bapas), dan masyarakat sekitar, yang melaporkan aktivitas mencurigakan terkait lapas.

Data dari agent informasi diverifikasi dan digabung dengan hasil OSINT, menghasilkan laporan intelijen yang tajam. Dari situ pimpinan dapat segera mengambil langkah, seperti razia mendadak, pemindahan WBP, pengetatan pengawasan, atau koordinasi dengan Polri dan BNN.

“Kami tidak ingin hanya reaktif. Dengan OSINT, profiling, dan agent informasi, Lapas Garut bisa bergerak proaktif—mendeteksi sebelum masalah muncul,” tegas Rusdedy.

Pembentukan Tim OSINT menjadikan Lapas Garut sebagai pionir dalam pengamanan pemasyarakatan. Sistem keamanan tidak lagi sekadar mengandalkan tembok dan gembok, melainkan berbasis jejaring informasi, analisis perilaku, teknologi digital, serta jaringan informan.

Di akhir shift malam, seorang anggota tim menutup laptopnya sambil berujar, “Pekerjaan kami mungkin tidak terlihat oleh publik, tapi kalau lapas ini tetap aman dan tertib, berarti mata digital dan agent informasi kami bekerja,” jelasnya (*)

YouTube player