“Kadang bukan tulisannya yang salah, tapi cara menulis yang menggiring opini hingga dianggap merugikan pihak lain,” paparnya.

Menurut Sulvia, wartawan masa kini harus memahami hukum agar tidak terjebak delik pers.

“Satu kalimat bisa menjadi bukti hukum, satu unggahan bisa menjadi delik. Karena itu, literasi hukum adalah bagian dari literasi media,” ujarnya menegaskan.

Kritik Boleh, Fitnah Tidak

Sementara itu, AKP Sentot dari Polres Metro Bekasi Kota menegaskan pentingnya keseimbangan antara kebebasan pers dan tanggung jawab hukum.

“Hukum tidak melarang kritik, tapi melarang fitnah,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa kepolisian memandang media sebagai mitra strategis, bukan lawan.

“Tulis fakta dengan berimbang, maka hukum akan melindungi Anda,” ucapnya.

Menurutnya, keberadaan UU Pers, UU KIP, dan UU ITE adalah pagar etika agar demokrasi komunikasi tetap beradab dan terarah.

Pers yang Paham Hukum, Tak Takut Tapi Tak Ceroboh

Menutup acara, Ketua PWI Bekasi Raya, Ade Muksin, S.H., menyampaikan refleksi mendalam tentang posisi wartawan dalam sistem demokrasi hukum.
“Forum ini bukan sekadar pembekalan, tapi cermin bahwa profesi wartawan harus berjalan di atas dua kaki: kebebasan dan tanggung jawab,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa wartawan yang memahami hukum tidak akan takut, namun juga tidak akan ceroboh.

“Pers yang beretika akan dihormati hukum. Pers yang jujur akan dihormati sejarah,” ucap Ade dengan nada tegas.

Dalam kesempatan itu, Ade juga menyayangkan ketidakhadiran pihak Pengadilan Negeri Kota Bekasi, khususnya Ketua PN, dalam forum yang dinilainya penting sebagai ruang dialog tiga pilar hukum: legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

“Kami sangat menyesalkan ketidakhadiran pihak pengadilan. Kehadiran mereka penting untuk melengkapi perspektif hukum agar pembekalan ini lebih utuh,” katanya.

YouTube player