RAKYAT.NEWS, BEKASI – Gus Luthfi Ubaidillah memaparkan kisah perjuangan tokoh Nahdlatul Ulama (NU), KH Abbas Abdul Jamil, yang ditulisnya dalam novel berjudul Harimau dari Barat pada momentum menyambut HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia.

Bedah novel tersebut digelar di Rumah Baca (sekretariat) MWC NU Setu Bekasi, SDI Al Biruni Berkarakter, Jumat (15/8/2025).

Acara dihadiri jajaran Nahdliyin, mulai dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Bekasi, Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Setu, hingga Ranting Nahdlatul Ulama (PRNU) Burangkeng.

Dalam kesempatan itu, Gus Luthfi menjelaskan latar belakang penulisan novel yang ia kerjakan dalam waktu hampir satu minggu.

“Saya menulis novel ini hampir 1 minggu, dengan latar belakang saya buat novel ini, karena ketakziman saya kepada KH. Abbas. Ceritanya saya dapatkan dari orang tua, sampai masuk ke sekolah, pesantren saya juga mendapatkan cerita para Kyai tentang sosok Kyai Abbas,” ungkapnya.

Novel tersebut tidak hanya memuat kisah karomah KH. Abbas, tetapi juga perannya dalam memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia. Salah satunya adalah jejak keikutsertaan KH. Abbas dalam pertempuran 10 November di Surabaya melawan penjajah kolonial Belanda.

Menurut Gus Luthfi, sosok KH. Abbas sangat layak dianugerahi gelar pahlawan nasional. Ia mengaku sudah mengusulkan hal tersebut melalui Pemerintah Kabupaten, Pemerintah Provinsi, hingga Kementerian Sosial (Kemensos) RI. Bahkan, beberapa tahun lalu dirinya sempat membahas peran KH. Abbas bersama Panglima TNI di Mabes TNI.

“Sekitar 64 persen data-data (biografi) KH. Abbas saya dapat secara oral history (sejarah lisan), 35 persennya saya dapat berdasarkan tulisan,” jelasnya.

Meski demikian, ia masih memiliki keinginan yang belum terlaksana, yakni mengunjungi The University of London. Menurutnya, di kampus tersebut banyak tulisan yang membuka fakta sejarah tentang KH. Abbas sebagai salah satu promotor perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Dalam novelnya, Gus Luthfi menggambarkan KH. Abbas sebagai Harimau dari Barat. Julukan itu didasarkan pada kisah sejarah ketika masyarakat Surabaya melawan tentara sekutu.

Ia menyinggung peran KH. Hasyim Asy’ari yang kala itu memimpin resolusi jihad. Sang kiai besar disebut meminta para santri agar tidak memulai perlawanan sebelum kehadiran KH. Abbas.

“Supaya perlawanan terhadap sekutu ini ada sistem komando. Terus KH. Hasyim Asy’ari bilang jangan dimulai perang sebelum Harimau atau macan dari Barat datang membantu,” tuturnya.

Sebagai tambahan, Gus Luthfi kini tengah menempuh pendidikan doktoral (S3) pada Program Studi Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Islam Nusantara. Ia juga memiliki garis keturunan ulama dari Pondok Pesantren Buntet, Cirebon, Jawa Barat. (Dirham/RN)