“Di Singapura mobil pembuang sampah mengantri hanya 10 menit, mobil masuk ke pabrik pengolaan sampah,” pungkas Bagong.

Berdasarkan risetnya, di pantai Muara Gembong, Kabupaten Bekasi limbah yang keluar mengandug unsur logam berat. Sehingga menurutnya, dari limbah tersebut mengakibatkan banyak ikan yang mati dan membuat para nelayan resah.

“Banyak ikan yang mati, nelayan banyak mengeluh,” ujar dia.

Dengan begini, Bagong menilai saat ini membutuhkan Rapid Assessment di TPA Buarangkeng.

“Melalui Pengkajian ada 41 masalah di Burangkeng ini,” ungkap dia.

Bagong berkata, dari pengkajian 41 masalah TPA Burangkeng, antara lain, mengenai open dumping,

“Sampah non B3 tidak diolah dulu biar jadi kompos,” tandas dia.

Belum lagi, katanya, analisa Instansi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di TPA Burangkeng yang belum jelas.

“Air ini masalah nya langsung di buang,” pungkas, Bagong.

Pada kesempatan ini, Bagong meminta Pemerintah Kabupaten Bekasi agar melibatkan partisipasi masyarakat sekitar yang mempunyai kompeten dalam bidang lingkungan.

“Pengolaan sampah di Burangkeng melalui teknologi bisa reduksi sampah,” ucap Bagong.

Bagong menganggap Pemerintah Daerah (Pemda) perlu memberikan kesempatan peran aktif masyarakat dalam mengolah sampah pasar dahulu.

“Buat kompos dulu saja,” terang dia.

Pembicara dari Founder Indonesia Anti Corruption Network, Igriesa Majid melihat dari tiga aspek yaitu persoalan ada dugaan gratifikasi, kesenjangan sosial, dan persoalan HAM.

Menurutnya, di lingkungan yang terlalu kompleks dimana harus setiap orang harus mempunyai hak hidup yang layak.

“Punya hak asasi yang dijamin negara, di lingkungan memperjuangkan HAM dilingkungan hidupnya sebagai perjuangan, dan mendapat kriminalisasi oleh oknum aparat,” ujar Igriesa.

Meski begitu, ia melihat belum ada kejelasan dengan mekanisme hal tersebut. Lebih parah lagi, Igriesa menganggap banyak campur tangan oligarki.